Karya:
Rizqi Mahmudah 18/XII IPA 5
Istilah keluarga Amarande sudah
tidak asing lagi bagi penduduk kota Manado. Keluarga Amarande dikenal sebagai
salah satu keluarga terpandang dan terhormat di kota tersebut. Disamping keluarga
Amarande memiliki pengaruh sangat besar di dalam roda perekonomian karena menguasai
hampir setengah dari seluruh perusahaan besar di kota Manado, konon katanya
Keluarga Amarande masih kerabat dekat dari Presiden Republik Indonesia yang
ke-2, Soeharto yang akrab disapa “Keluarga Cendana”. Keluarga Amarande hanya memiliki satu orang
anak laki-laki bernama Junot Amarande. Karena orang tua Junot sangat sibuk
mengurusi beberapa perusahaan besar dan tidak mempunyai cukup waktu untuk
mengurusi Junot, sejak lahir Junot Amarande diasuh oleh Nyai Panganggit. Setiap
hari Junot hanya bermain bersama Nyai Panganggit di dalam kawasan rumah. Junot
tidak diperbolehkan keluar rumah kecuali untuk pergi sekolah karena orangtua
Junot khawatir akan keselamatan anak sematawayangnya itu. Walaupun ia tidak
bisa bebas seperti anak seumurannya, Junot tumbuh menjadi anak laki-laki yang
cerdas dalam bidang akademik maupun nonakademik bahkan mampu mengalahkan
prestasi anak-anak yang lain.
Saat Junot berusia 10 tahun, ia
meneruskan di SMP 3 Manado. Karena Junot memiliki prestasi yang gemilang dan
sudah mengharumkan nama kota Manado hingga tingkat Internasional lewat berbagai
Olimpiade Sains yang diikuti, ia mendapat kesempatan untuk menghabiskan waktu
belajar di sekolah menengah pertama itu cukup dengan 2 tahun. Semasa Jonot
bersekolah di SMP 3 Manado, Junot sangat disayangi oleh teman-temannya dan
gurunya.Walaupun Junot sangat cerdas dan anak dari keluarga terpandang, mereka
memperlakukan Jonot sama dengan murid-murid yang lain. Itulah yang membuat
Junot betah dan senang bersekolah di sana karena menurut dia “kekayaan dan
kekuasaan tidak bisa menjadi barometer untuk mengukur derajat seseorang, namun
hanya ketaqwaan kepada Tuhan lah yang membedakan orang satu dengan orang yang
lain”.
Setelah Junot lulus dari sekolah
menengah pertama, ia berniat untuk meneruskan ke SMA Negeri 1 Manado karena
sekolah ini memang dikenal sebagai sekolah yang memiliki integritas yang baik
dalam mendidik muridnya. Banyak juga Alumni dari sekolah ini yang diterima di
fakultas kedokteran di perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia. Hal ini
sangat mendukung bagi cita-cita Junot untuk menjadi seorang dokter kelak di
kemudian hari. Namun, keinginan Junot tidak bisa terwujud karena orang tuanya
menginginkan Junot untuk bersekolah di Sekolah Bisnis yang bertaraf
Internasional dengan harapan Junot memiliki kemampuan mewarisi perusahaan yang
dimiliki keluarga Amarande. Keputusan orang tua Junot membuatnya merasa
kecewa.Namun apa boleh buat? sebagai seorang anak, Junot hanya bisa patuh
terhadap semua keputusan orangtua. Seperti pepatah “se tua mahali, se oki
makiit” yang artinya orang tua sebagai penentu dan anak sebagai pengikut.
Di Sekolah Bisnis Internasional, kekecewaan
Junot semakin lama semakin terobati setelah ia memiliki seorang teman dekat
bernama Batubara. Batubara adalah anak dari keluarga bangsawan karena keturunan
asli dari ras suku Tambogini, salah satu suku tertua yang ada di kota Manado.
Walaupun darah yang mengalir dalam diri Batubara asli dari suku Tambogini, ia
lebih mahir dalam menggunakan bahasa melayu daripada bahasa Manado karena dia
pernah bermukim di negeri Jiran selama lima tahun saat orangtuanya ditugaskan
untuk mengurusi para pahlawan devisa Negara yang terjerat berbagai macam
permasalahan. Junot dan Batubara memiliki latar adat yang berbeda, namun rupanya
tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk menjalin sebuah persahabatan. Kedekatan
Batubara dengan Junot membuat dia sangat peka dengan situasi dan kondisi yang
sedang dialami oleh sahabatnya itu. Ketika Junot sedang duduk di halaman
belakang sekolah, tiba-tiba Batubara menghampirinya.
“Hei Junot, apa gerangan yang telah membuat wajah kau
kerut seperti ini?”
“Aku hanya sedang memikirkan sesuatu sahabatku”
“Perkara macam apa yang telah merisaukan hati kau?”
“Bara, pernahkah engakau mendengar cerita tentang
perempuan dan kucingnya?”
“Sudah acap kali kau cakap cerita ni. Aku tahu, kau
nak tutup wajah murung kau itu kan? Kura-kura didalam perahu, kau pikir aku tak
tahu. Sudahlah, ceritakan semua keluh kesah kau kepada aku ini, Bara rasuah
rahsia kau.”
“Baiklah Bara jika kau memaksa. Malam kamis lalu aku
bermipi rasanya aku sedang berada di sebuah sekoci kecil, terombang-ambing di
tengah lautan tanpa dayung dan persediaan makanan apapun. Di dalam sekoci kecil
itu aku bersama seorang laki-laki paruh baya. Jika dilihat dengan sekilas mata,
laki-laki itu tampak berbadan kuat dan sehat. Keberadaan laki-laki itu
membuatku merasa aman dan tidak terlau khawatir akan bahaya yang datang termasuk
datangnya badai laut. Beberapa jam kemudian, laki-laki itu tersingkur di atas
bangku sekoci dan berkata “nak, jika aku mati di sini, apakah akan mebuatmu
takut kepadaku?” lantas aku menjawab “kenapa Datuk berkata seperti itu,
bukankah hidup dan mati hanya ada di tangan Tuhan?”laki-laki itu hanya terdiam
menatap langit sambil perlahan-lahan menutupkan matanya. Awalnya aku menyangka
laki-laki itu sudah mati, namun beberapa saat kemudian aku mendengar suara
mendengkur dari mulut laki-laki itu”
“Sekejap itukah mimpi kau itu?”
“Sabarlah Bara, tentu aku belum selesai bercerita. Setelah
beberapa saat laki-laki itu tertidur, meninggalkan tanpa memberiku sebuah
jawaban dari pertanyaanku, tiba-tiba ia terhenyak dari bangku sekoci, ia duduk
sambil memegang perutnya, mengerutkan dahinya yang penuh dengan tetesan air
keringat seakan-akan dia menahan rasa sakit yang sangat dalam. Aku heran,
sebenarnya apa yang dilakukan oleh laki-laki ini. Laki-laki itu berusaha
menutupi rasa sakitnya, memandangku dengan seksama, lalu ia berkata “Nak, saat
datuk melihatmu, Datuk teringat oleh masa muda datuk dulu. Betapa indahnya di
saat masa remaja itu. Orang-orang di sekitar Datuk pun percaya bahwa masa remaja
merupakan gerbang utama dalam hidup yang sesungguhnya, dimana kita akan
menentukan tujuan hidup kita masing-masing. Mumpung selagi masih muda gunakan
masa remajamu sebaik mungkin, jangan habiskan masa remajamu untuk sesuatu yang
merugikan dirimu sendiri. Jangan tiru sikap Datuk ini” lantas aku bertanya
kepada laki-laki itu “Apa yang salah dengan sikap Datuk?” “Saat datuk seusiamu,
datuk selalu menghiraukan nasihat dari orang-orang dan datuk habiskan masa
remaja datuk untuk sesuatu yang tidak berguna seperti tawuran, minum minuman
keras, bahkan hingga mengkonsumsi obat terlarang hanya demi tanda kesetiaan
untuk seorang teman. Mengkonsumsi obat-obatan itu memang nikmat, namun ternyata
hembusan kenikmatan dari obat-obat itu tidak sebanding dengan dampak buruknya.
Tidak sedikit pula para pemakai obat-obatan terlarang itu yang positif terkena
HIV AIDS termasuk Datuk ini.” Tiba-tiba laki-laki itu terjatuh dari bangku
sekoci. Dia merintih kesakitan, badanya kurus dalam waktu sekejap. Saat itu
terbangunlah aku denga terperanjat. Badanku basah terkena keringat. Semalaman
aku tidak bisa tidur lagi dan sejak waktu itu aku merasa sangat takut akan
namanya narkoba.”
“Wahai Junot
Amarande, dari pada kita hanya merasa takut akan akibat dari obat-obatan
terlarang, lebih baik kita mencegah diri kita untuk mengkonsumsi obat-obat itu dan
kita juga harus memperingatkan teman-teman kita untuk menjauhinya.”
“Kau benar Bara.”
Tidak terasa watu istirahat telah
selesai, bel tanda masuk kelas pun telah berbunyi. Junot dan Bara bergegas
menuju kelas mereka. Junot telah memecahkan masalahnya dan Bara telah
mendapatkan hikmah dari cerita Junot. Begitulah seharusnya remaja, menjalin
pertemanan yang baik, memecahkan suatu masalah dengan bijak, dan tentunya tetap
membangun rasa solidaritas kepada sesama dalam hal yang positif.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar